Netizensulut.com, SULUT – Saat ini petani cengkeh di perhadapkan dengan persoalan turunnya harga cengkeh disaat panen raya sehingga hal ini ditanggapi Ketua Komisi II DPRD SULUT Sandra Rondonuwu. Senin (22/07/2024).
Menurut Ketua komisi II DPRD Sulut Sandra Rondonuwu yang ditemui diruang kerjanya mengatakan.
“Kita harus ketahui dulu bersama hasil produksi cengkeh yang ada di tanah air, bukan hanya di Sulawesi Utara, karena masih ada daerah lain yang lebih tinggi.
Setahu saya dalam data-data BPS, misalnya hasil produksi cengkeh negara kita berada di 133.604 ton, kemudian disusul dengan Madagaskar 23.932 ton, lalu kemudian Tanzania 8602 ton, itu data yang ada.
Kemudian kita lihat soal hasil produksi tanah air kita dengan kebijakan nasional yang melakukan impor cengkeh,” jelas Saron.
Secara detail Saron menjelaskan, sesuai dengan data dari BPS, nilai ekspor tinggi yakni dari Indonesia berjumlah 53,71% di tahun yang lalu. Dilihat Nilai ekspor sekarang berjumlah 48,15 juta setara dengan 752 Milyar, kemudian Nilai Impor 189 juta atau setara 2,9 triliun.
“Berarti Indonesia mengimpor cengkeh dari Madagaskar, Tanzania, Komoro dan Singapura. kalau kemudian nilai impor lebih banyak dari pada ekspor yang terjadi anjlok harga cengkeh kita,” ujar Saron.
Menurut Saron, yang harus dilakukan membangun kerjasama dengan petani provinsi lain seperti Maluku Utara maupun Sulawesi Selatan yang juga penghasil terbesar cengkeh untuk kita bekerja menyuarakan aspirasi pada Presiden.
“Kita bekerja sama dengan para petani untuk menyuarakan kepada Presiden Jokowi. Hentikan impor, kemudian tindaki para pengepul, lalu tentukan standar harga nasional,” tegas Saron.
Saron menuturkan, kasihan juga petani di Provinsi Sulut. Ketika panen yang hanya 3 sampai 4 tahun baru bisa merasakan hasilnya saat panen, namun Indonesia sendiri tidak ada standar harga Nasional.
Komentar